Danau Terjernih di Dunia yang Terancam oleh Pariwisata

Jalanjalanmurah.web.id — Seperti diketahui, dalam kawasan Taman Nasional Nelson Lakes, Pulau Selatan, Selandia Baru, tersembunyi danau berwarna biru-violet yang mempesona, bernama Blue Lake atau Danau Biru.

Danau ini dikelilingi hutan pegunungan yang curam dan dialiri oleh mata air glasial dari Danau Constance. Selain itu, danau kecil ini mempunyai signifikansi besar, baik secara ilmiah maupun budaya.

Suku Māori Ngāti Apa diketahui yang pertama kali menemukan danau ini dan diberi nama Rotomairewhenua, di mana berarti “danau tanah yang damai.”

Dulunya, tempat ini digunakan untuk ritual pembersihan tulang orang yang telah meninggal. Tradisi ini diyakini dapat membantu perjalanan arwah menuju tanah leluhur mereka di Hawaiki.

Dilaporkan dalam beberapa dekade terakhir, para peneliti menemukan bahwa air di danau ini mempunyao kejernihan luar biasa, dengan tingkat visibilitas mencapai 70 hingga 80 meter. Hal ini membuatnya sebagai “danau air tawar paling jernih yang pernah tercatat.”

Akan tetapi, meningkatnya popularitas tempat ini sebagai destinasi wisata, timbul ancaman terhadap kemurnian airnya.

Penyebaran alga oleh manusia

Salah satu ancaman terbesar terhadap kejernihan Danau Rotomairewhenua yakni penyebaran lindavia. Yaitu sejenis alga mikroskopis yang dikenal sebagai “lake snow” atau “lake snot.”

Alga ini bisa menciptakan lapisan lendir di permukaan air yang berpotensi mengurangi kejernihan danau. Apalagi saat ini, lindavia sudah ditemukan di sejumlah danau di sekitar Rotomairewhenua, seperti Danau Rotoiti, Rotoroa, dan Tennyson.

Pertama kali, lindavia ditemukan di Selandia Baru awal tahun 2000-an, yang mana kemungkinan besar terbawa dari Amerika Utara lewat peralatan memancing atau aktivitas manusia lainnya.

Sebuah studi memperlihatkan bahwa penyebaran alga ini terutama disebabkan oleh manusia. Bahkan, hanya satu titik kecil alga ini bisa mengubah ekologi sebuah danau secara permanen.

Upaya perlindungan

Semenjak adanya penelitian tentang kejernihan danau yang dipublikasikan pada tahun 2013, jumlah pengunjung ke Rotomairewhenua meningkat lebih dari dua kali lipat.

Hal ini kemudian membuat Departemen Konservasi Selandia Baru, Ngāti Apa ki te Rā Tō Trust, dan Te Araroa Trust bekerja sama dalam menerapkan langkah-langkah untuk melindungi danau.

Yang mana salah satu langkah utama adalah pemasangan stasiun pembersihan di jalur menuju danau. Di mana sebelum mendekati danau, wisatawan diminta untuk membersihkan sepatu dan perlengkapan mereka guna mencegah penyebaran spesies invasif.

Bukan hanya itu, wisatawan diminta untuk tidak menyentuh air danau, baik untuk berenang, membasahi handuk, atau sekadar mencelupkan kamera.

Secara budaya, oleh suku Ngāti Apa, air Rotomairewhenua dianggap “tapu” (suci). Oleh karena itu, masuk ke dalam air dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai spiritual mereka.

Karena itulah, selama musim panas keberadaan penjaga, baik dari Departemen Konservasi maupun perwakilan Ngāti Apa, semakin diperbanyak untuk memberikan edukasi pada para pengunjung soal pentingnya menjaga danau ini.

Tanggung jawab bersama

Dikarenakan Rotomairewhenua ada dalam kawasan taman nasional, membatasi jumlah pengunjung bukanlah solusi yang mudah.

Sebaliknya, dalam menjaga lingkungan ini, pihak berwenang menekankan pentingnya kesadaran dan tanggung jawab individu.

Meningkatnya jumlah pengunjung tidak hanya berpengaruh pada kejernihan danau, namun juga pada aspek logistik seperti pengelolaan sampah dan fasilitas sanitasi.

Oleh sebab itu, wisatawan diharapkan dapat menikmati keindahan danau ini dengan tetap memperhatikan dampak yang mereka timbulkan.

“Bertambahnya jumlah pengunjung membawa peluang sekaligus tanggung jawab,” ujae Jen Skilton, penasihat lingkungan dari Ngāti Apa ki te Rā Tō Trust.

Ia juga mengatakan, sangat penting bagi semua yang datang agar memahami signifikansi tempat ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meminimalkan dampak wisatawan.

 

Author: pangeranbertopeng